Kamis, 07 Oktober 2010

Seluk Beluk Bioteknologi


Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
a. Dampak Positif Bioteknologi
Dengan adanya bioteknologi organisme yang biasa menjadi luar biasa. Perkembangan ilmu bioteknologi jika dimanfaatkan dengan baik dan untuk tujuan kesejahteraan manusia, akan mendatangkan dampak positif yang begitu besar. Berikut ini beberapa dampak positif perkembangan ilmu bioteknologi antara lain:
1. Menemukan berbagai penyebab dan pengobatan berbagai macam penyakit, baik pada manusia hewan, maupun tumbuhan.
2. Penemuan bidang teknologi pangan misalnya pembuatan bir, roti, maupun keju. pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, pemuliaan dan reproduksi hewan.
3. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, insulin, dan lain-lain.
4. Pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Dampak Negatif Bioteknologi
Bioteknologi memang banyak dimanfaatkan untuk kesejahteraan makhluk hidup terutama kesejahteraan manusia akan tetapi juga mempunyai resiko akan dampak negatif terhadap kesejahteraan makhluk hidup, antara lain :
1. Memunculkan organisme strain jahat. Dengan adanya rekayasa genetika, sifat – sifat makhluk hidup dapat diubah dengan mudah, termasuk menyisipkan gen jahat yang dapat digunakan untuk membunuh atau meneror manusia.
2. Mengganggu keseimbangan lingkungan. Organisme baru hasil rekayasa manusia dikhawatirkan akan dapat memenangkan kompetisi dan menyingkirkan organisme yang telah ada di alam sehingga dapat menimbulkan ketidakseimbangan alam.
3. persaingan internasional dalam perdagangan dan pemasaran produk bioteknologi. Persaingan tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan bagi negara berkembang karena belum memiliki teknologi yang maju, Kesenjangan teknologi yang sangat jauh tersebut disebabkan karena bioteknologi modern sangat mahal sehingga sulit dikembangkan oleh negara berkembang.
3) Salah satu contoh bidang bioteknologi yang berdampak negatif adalah hasil tanaman transgenik
Dari contoh diatas dapat dikatakan dampak negatif karena Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan. Produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dampak negatif lain dari hasil tanaman transgenik adalah Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut,crustacean. Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. tanaman transgenik juga berdampak negatif terhadap ekologi yang sangat serius, terutama dinegara-negara berkembang yang sebagian besar merupakan tempat pemusatan keanekaragaman hayati paling besar. Karena tanaman transgenic merupakan hasil rekayasa pemisahan gen, maka tanaman ini mengandung materi genetik dari satu atau lebih organisme lain, misalnya gen dari bakteri, virus, hewan dan tumbuhan lain. Dalam berbagai peristiwa, gen-gen baru tanaman transgenik dapat berpindah ke tanaman liar di alam melalui benang sari. Keadaan ini akan serius pengaruhnya bagi tanaman liar di sekitar tanaman transgenik itu.


Pandangan Islam terhadap bioteknologi.
Islam telah memperbolehkan umat islam untuk memanfaatkan pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti dan tervalidasi yang telah ditemukan oleh peradaban lainnya selama pemanfaatan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran islam. makanan dari tanaman transgenik yang ada telah dikembangkan bersifat halal dan dapat dikonsumsi oleh umat Islam. Untuk tanaman yang disisipi gen dari binatang terutama binatang haram, produk tanaman transgenik tersebut akan disebut Masbuh, yang berarti masih diragukan (belum diketahui) status halal atau haramnya. Pada dasarnya percobaan iptek diizinkan dalam islam sepanjang teknis rinciannya tidak bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Tentang ilmu pengetahuan tersebut Islam sangat menganjurkan untuk mempelajarinya dengan gigih dan tekun. Seperti dalam firman Allah SWT.
    
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Mujadilah: 11).
Untuk mengurangi bahaya yang mungkin timbul akibat teknologi maupun bioteknologi maka sebagai manusia yang ber Tuhan,renungkanlah apa yang ditulis Nasution (1999) yaitu setiap kali seorang ilmuwan akan mengadakan penelitian ia harus sadar akan kedudukannya sebagai manusia di bumi ini. Ia harus sadar bahwa ilmu pengetahuan yang dapat dikuasainya hanyalah sebagian kecil saja dari Al’Ilm, ilmu yang dikuasai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan bahwa ia hanya pesuruh-Nya di bumi ini yang diminta untuk menjaga keseimbangan antar mahluk yang ada di bumi ini.

Selasa, 24 Agustus 2010

PENANGANAN PASCAPANEN HORTIKULTURA


Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral namun sangat mudah mengalami kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat (Ness dan Powles, 1996; Salunkhe et al., 1974). Banyak laporan menyebutkan bahwa susut pascapanen relatif sangat tinggi yaitu berkisar 40-50% khususnya terjadi di negara-negara sedang berkembang (Kader, 1985; Kader, 2002)
Kegiatan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan mtut produk segar agar tetap prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan karena penyusutan atau kerusakan, memperpanjang daya simpan dan memperpanjang daya ekonomis hasil pertanian. Legiatan pascapanen umumnya masih belum cukup baik dilakukan oleh petani. Saat ini pascapanen di lakangan petani masih cukup trasisional dengan alat yang sederhana.
Definisi pascapanen hortikultura yang baik adalah suatu kegiatan yang meliputi pembersihan, pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan penyimpanan, standarisasi dan transportasihasil budidaya pertanian. Ruang lingkup cara penanganan pascapanen hortikultura yang baik meliputi pengumpulan, sortasi, pembersihan, pengkelasan, pengemasan, pelabelan, pemeraman, pengawetan, standarisasi mutu, pengangkutan, sarana dan prasarana, keamanan dan keselamatan kerja.
Pengumpulan
Pada proses ini lokasi penampungan atau pengumpulan harus didekatkan dengan tempat pemanenan agar tidak terjadi penyusutan atau penurunan kualitas akibat pengangkutan dari dan ketempat penampungan yang terlalu jauh. Perlakuan penanganan dan spesifikasi wadah yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat dan komoditi hortikultura yang ditangani.
Sortasi
Selama sortasi disarankan agar terhindar dari sinar mataharilangsung karena akan menurunkan bobot atau terjadi pelayuan atau peningkatan aktifitas metabolisme yang dapat mempercepat pematangan/respirasi.
Pembersihan/ pecucian
Pada proses pembersihan gunakan baku mutu air (standart air minum) untuk menghindari kontaminasiterhadap prosuk dari organisme dan bahan pencemar lainnya. Pencucian dilakukan dengan bersamaan dengan penyikatan. Penyikatan harus dengan cara halus agar tidak merusak komuditi yang dicuci. Pengeringan dapat dilakukan dengan alat penirisan atau dengan hembusan angin kearah komoditas yang dicuci.
Grading
Selama grading diusahakan agar terhindar dari kontak sinar matahari langsungkarena akan menurunkan bobot atau pelayuan dan akan meningkatkan ajtifitas metabolisme yang dapat mempercepat proses pematangan
Pengemasan
Fungsi pengemasan adalah untuk mencegah kerusakan mekanis, menciptakan daya tarik bagi konsumen dan memberikan daya tambahproduk dan memperpanjang daya simpan produk. Kemasan harus sesuaikan dengan komoditi. Pengemasan yang umum digunakan diantaranya karton, kotak kayu, keranjang bambum keranjang plastik, kantong plastik, jaring, dan lain-lain.
Pemeraman
Pemeraman adalah teknik untuk merangsang pematangan buah atau sayuran agar matang sevara merata dengan bentuan gas karbit atau etilen. Untuk komoditas yang memerlukan pemeraman harus diperhatikan sifat biologis /fisiologisnya. Jangan mencampurkan komoditas yang yang mempunyai karakteristik fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses.
Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan untuk mempertahankan daya simpan komoditi, melindungi produk dari kerusakan, dan terkait erat dengan kebijakan distribusi dan pemasaran seperti pengangkutan, pengeringan, penjualan, dan pengolahan. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan suhu rendah, pengendalian atmosfer, dan dengan menggunakan suhu kamar.



Transportasi
Dalam pengangkutan produk hortikultura mulai dari lapangan sampai ke tempat konsumen akhir perlu diperhatikan sifat/jenis produk yang diangkut, lamanya perjalanan, dan sarana pengangkutan yang digunakan.

Peluang Hortikultura Terhadap Produk Industri
Hortikultura merupakan ilmu yang mempelajari tentang budaya tanaman yang intensif dan produknya digunakan manusia sebagai bahan pangan, obat-obatan, bahan bumbu, bahan penyegar, bahan penyedap, dan bahan pelindung serta penyaman lingkungan (tanaman hias). Kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan cukup besar. Manfaat produk hortikultura bagi manusia daiantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, pendapatan Negara, sedangkan bagi lingkungan adalah rasa estetikanya. Konservasi genetik sekaligus sebagai penyangga alam.
Produk hortikultura umumnya hanya digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun seiring dengan perkembangan teknologi saat ini produk hortikultura dapat dijadikan produk industri berekonomis tinggi dan berpeluang pasar tinggi baik di dalam maupun luar negeri, hal itu diutamakan untuk dikembangkan. Salah satu komoditas hortikultura saat ini yang berpeluang untuk dijadikan produk industri adalah tanaman obat, salah satu contoh yaitu sirih merah.
Pada tahun 1990-an sirih merah difungsikan sebagai tanaman hias oleh para hobis, karena penampilannya yang menarik. Permukaan daunnya merah keperakan dan mengkilap. Namun tahun-tahun terakhir ini ramai dibicarakan dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Dari beberapa pengalaman, diketahui sirih merah memiliki khasiat obat untuk berbagai penyakit. Dengan ramuan sirih merah telah banyak masyarakat yang tersembuhkan dari berbagai penyakit. Oleh karena itu banyak orang yang ingin membudidayakannya.
Seperti yang masyarakat ketahui sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Ciri khas tanaman ini adalah berbatang bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung hati dan bagian ujung daun meruncing. Yang membedakan dengan sirih hijau adalah selain daunnya berwarna merah keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir serta aromanya lebih wangi.Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fito-kimia yakni alkoloid, saponin, ta-nin dan flavonoid.
Sirih merah sejak dulu telah digunakan oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa sebagai obat untuk meyembuhkan berbagai jenis penyakit dan merupakan bagian dari acara adat. Penggunaan sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia maupun diekstrak. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes, hepatitis, batu ginjal, me-nurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi dan memperhalus kulit. Hasil uji praklinis pada tikus dengan pemberian ekstrak hingga dosis 20 g/kg berat badan, aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik. Sirih merah banyak digunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia. Potensi sirih merah sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya sebagai bahan obat modern.
Saat ini sirih merah banyak digunakan untuk industri herbal. Eksplorasi terhadap manfaat sirih merah terus berlanjut sehingga bisa menciptakan produk-produk lain dari tanaman tersebut. Bahan baku itu bisa diolah menjadi berbagai produk, diantaranya the herbal celup, teh herbal seduh, berbagai herbal sirih merah sampai teh pelangsing.
Cara penggunaan simplisia sirih merah yaitu dengan merebus sebanyak 3-4 potongan rajangan dengan satu gelas air sampai men-didih. Setelah mendidih, rebusan tersebut disaring dan didinginkan. Penggunaan sirih merah dapat dilakukan selain dalam bentuk simplisia juga dalam bentuk teh, serbuk, dan ekstrak kapsul. Pembuatan serbuk sirih merah yaitu diambil dari simplisia yang telah kering kemudian digiling dengan menggunakan grinder men-capai ukuran 40 mesh. Pengemasan dilakukan pada kantong plastik transparan dan diberi label. Sedangkan ekstrak kapsul dibuat dari hasil serbuk yang di ekstrak dengan menggunakan etanol 70%. Ekstrak kental yang didapat ditambahkan bahan pengisi tepung beras 50% dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 400C, setelah kering dimasukkan ke dalam kapsul.
Bagi seorang yang tidak sempat membuat rebusan sirih merah maka ada cara praktis untuk mengkonsumsi daun sirih merah yaitu dengan cara mengkonsumsi ekstrak sirih merah dengan dikeringkan dan dibuat sebagai teh seduhan atau daun segar yang dicuci dan direndam dalam air panas 1 gelas dan di diamkan sampai minuman dingin lalu dapat dikonsumsi dengan aman.

Minggu, 23 Mei 2010

TEKNIK PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN KALUS DAN TUNAS PADA KOTILEDON MELON (Cucumis melo L.)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Melon merupakan salah satu jenis tanaman buah-buahan yang makin populer di berbagai belahan dunia, baik di daerah beriklim subtropis maupun tropis. selama ini benih melon yang ditanam di Indonesia masih diimpor dari luar negeri. Biji sebagai benih melon umumnya merupakan hasil hibridisasi. Benih tersebut bila ditanam akan menghasilkan buah dengan menampakkan sifat-sifat unggulnya. Namun, sering terjadi benih dari buah melon hibrida ditanam kembali, sehingga menghasilkan buah yang beragam, baik bentuk maupun rasanya, bahkan sering kali tidak berbuah. Untuk mengurangi kebergantungan pada benih impor, perlu dicari alternatif untuk memperoleh benih melon tersebut. Salah satu teknologi untuk mendapatkan benih melon adalah teknik kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik untuk mengisolasi bagian tanaman dan ditumbuhkan secara tersendiri serta dipacu untuk perbanyakan, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan yang aseptic dan terkendali di luar lingkungan aslinya.

1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada peneliatian ini adalah bagaimana teknik pemberian benzil amino purin untuk memacu pertumbuhan kalus dan tunas pada kotiledon melon (cucumis melo l.)?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui teknik pemberian benzil amino purin untuk memacu pertumbuhan kalus dan tunas pada kotiledon melon (cucumis melo l.)



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Melon (Cucumis melo L.)
Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk family Cucurbitaceae atau labu-labuan. Melon tergolong tanaman baru dibandingkan dengan semangka (Citrulus vugaris) atau blewah (Cucumis melo). Melon lebih dekat dengan blewah, tetapi melon mempunyai kelebihan, yaitu bila buahnya sudah cukup matang aroma melon lebih harum, tekstur daging buah lebih halus, renyah, dan juga lebih manis (Setiadi 1999).

Gambar 1. melon
Banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. Dan tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur Tengah dan ke Eropa. Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus dan akhirnya ditanam luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon tersebar keseluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan subtropis termasuk Indonesia.

2.2 Syarat Tumbuh
2.2.1 Iklim
1.Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon, dapat mematahkan tangkai daun, tangkai buah dan batang tanaman.
2.Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang sudah terbentuk dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi patogen. Saat tanaman melon menjelang panen, akan mengurangi kadar gula dalam buah.
3.Tanaman melon memerlukan penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya.
4.Tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering untuk pertumbuhannya. Suhu pertumbuhan untuk tanam melon antara 25–30 derajat C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh apabila kurang dari 18 derajat C.
5.Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman melon. Dalam kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit.
2.2.2 Media Tanam
1.Tanah yang baik untuk budidaya tanaman melon ialah tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik untuk memudahkan akar tanaman melon berkembang. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah.
2.Tanaman melon akan tumbuh baik apabila pH-nya 5,8–7,2.
3.Tanaman melon pada dasarnya membutuhkan air yang cukup banyak. Tetapi, sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air hujan.
2.2.3 Ketinggian Tempat
Tanaman melon dapat tumbuh dengan cukup baik pada ketinggian 300–900 meter dpl. Apabila ketinggian lebih dari 900 meter dpl tanaman tidak berproduksi dengan optimal.

2.3 Persyaratan Benih
Tanaman melon yang sehat dan berproduksi optimal berasal dari bibit tanaman yang sehat, kuat dan terawat baik pada awalnya. Benih direndam kedalam larutan Furadam dan Atonik selama 2 (dua) jam. Benih yang baik berada di dasar air, dan benih yang kurang baik akan mengapung di atas permukaan air. Oleh sebab itu pembibitan merupakan kunci keberhasilan suatu agribisnis melon.
2.3.1 Penyiapan Benih
1. Pengadaan Benih Secara Generatif
Fase generatif ditandai dengan keluarnya bunga. Pada fase ini tanaman memerlukan banyak unsur fosfor untuk memperkuat akar dan membentuk biji pada buah. Pada fase ini apabila tanaman dalam kondisi sehat maka jaringjaring pada buah diharapkan muncul secara merata.
2. Pengadaan Benih Secara Vegetatif (Kultur Jaringan)
Dengan metode kultur jaringan, pemilihan media tanam dan sumber eksplan
yang digunakan haruslah tepat agar memberikan hasil yang maksimal. Media dasar yang dipakai tersusun dari garam-garam berdasarkan susunan Murashige & Skoog.
Tanaman yang didapat dari kultur jaringan membentuk bunga jantan dan bunga betina separti halnya tanaman yang didapat dari biji.
Kultur jaringan merupakan suatu teknik untuk mengisolasi bagian tanaman dan ditumbuhkan secara tersendiri serta dipacu untuk perbanyakan, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan yang aseptic dan terkendali di luar lingkungan aslinya (Kyte 1990; Gunawan 1998).
Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan hormon yang ada dalam eksplan. Hormon dalam eksplan bergantung pada hormone endogen dan hormon eksogen yang diserap dari media tumbuh (Wattimena1992). Penambahan hormon eksogen akan berpengaruh terhadap jumlah dan kerja hormone endogen untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Gunawan 1998).

2.4 Hormon Benzil Amino Purin (BAP)
Sitokinin (BAP) berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolism sel, pembelahan sel, merangsang sel, mendorong
pembentukan buah dan biji, mengurangi dormansi apikal, serta mendorong inisiasi tunas lateral Wattimena (1998).
Sitokinin diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan sampai ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di dalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan auksin; sitokinin menstimulasi pembelahan sel
dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap pertumbuhan sel di
dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap.

Ketika satu potongan jaringan parenkhim batang dikulturkan tanpa memakai sitokinin, maka selnya itu tumbuh menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokinin secara mandiri tidak mempunyai efek. Akan tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan
bersama-sama dengan auksin, maka sel itu dapat membelah. Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi apikal, yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan tunas aksilar. Sampai sekarang, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal padam dominansi apikal, yaitu hipotesis penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja secara antagonistis dalam mengatur pertumbuhan tunas aksilari.















BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika), Solok, Sumatera Barat pada bulan Oktober 2002-Januari 2003.

3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet (LAFC), autoklaf, oven, timbangan analitik, kertas lakmus, botol kultur, erlenmeyer, gelas ukur, sendok kimia, gelas piala, cawan petri (petri dish), pinset, pisau bedah (scalpel), lampu spirtus, hand sprayer, pipet, panci, pengaduk, kompor, rak dorong, dan rak kultur yang dilengkapi dengan lampu flouresen sebagai sumber cahaya.
Bahan yang digunakan adalah benih melon varietas Emeral Jewel. Media yang digunakan adalah Murashige dan Skoog (MS), agar 8 g/l media, gula pasir putih 50 g/l media, dan zat pengatur tumbuh BAP. Bahan lain yang digunakan adalah akuades, mio-inositol, alkohol 70%, alkohol 96%, bayclin 8%, benlate, HCl 1 N, NaOH 1 N, spirtus, aluminum foil, plastik, karet gelang, tisu, kertas label, dan detergen.

3.3 Metode Penelitian
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan, yaitu: (1) MS + 0 ppm BAP, (2) MS + 0,50 ppm BAP, (3) MS + 1 ppm BAP, dan (4) MS + 1,50 ppm BAP. Masing-masing perlakuan diulang lima kali. Setiap ulangan terdiri atas 4 botol dan dalam satu botol ditanam 4 eksplan.




3.4 Pelaksanaan Percobaan
3.4 1 Pembuatan Larutan Stok
Media yang digunakan adalah media dasar MS yang diracik sendiri, terdiri atas hara makro dan mikro. Media dasar dikelompokkan menjadi beberapa stok dengan memberi kode sebagai berikut: (A) nitratos (NH4NO3 41,25 g dan KNO3 47,50 g); (B) sulfatos (MgSO47H2O 9,25 g, ZnSO4 7H2O 0,2150 g, MnSO44H2O 0,5575 g, CuSO45H2O 0,0006 g); (C) holidos (CaCl26H2O 11 g, KI 0,0208 g, CoCl26H2O 0,0006 g); (D) P-B-Mo (KH2PO4 4,25 g, H3BO3 0,155 g, NaMoO4H2O 0,0063 g); (E) Fe-EDTA (FeSO47H2O 0,6950 g, Na-EDTA 0,9325 g); (F) organic salt (tiamin-HCl 0,0025 g, asam nikotinat 0,0125 g, piridoksin-HCl 0,0125 g, glisin 0,05 g); dan (G) mio-inositol 2,50 g. Masing-masing bahan kimia ditimbang, lalu dilarutkan dengan 100 ml akuades steril. Setelah semua bahan larut, lalu volume dicukupkan hingga 250 ml dengan menambahkan akuades steril lalu diberi label nitratos, sulfatos, holidos, PBMO, Fe-EDTA, organic salt, dan mio-inositol sesuai dengan kelompoknya. Untuk BAP ditimbang 100 mg dan dilarutkan dengan NaOH 1 N. Setelah larut, volume dicukupkan hingga mencapai 100 ml dengan menambahkan akuades steril, lalu semua larutan stok disimpan
dalam refrigator.
3.4.2 Pembuatan Media
Untuk pembuatan media, masing-masing larutan stok diambil 10 ml/l media lalu dimasukkan ke dalam gelas piala. Zat pemadat berupa agar 8 g/l media dan gula pasir 50 g/l media ditambah 800 ml akuades lalu dimasak sampai mendidih. Ke dalam larutan agar lalu dimasukkan stok MS yang telah disediakan ditambah BAP sesuai perlakuan, lalu volumenya dicukupkan dengan akuades hingga mencapai 1 liter. Selanjutnya pH larutan diatur sampai 5,80. Penurunan dan peningkatan pH dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes HCl 0,10 N dan NaOH 0,10 N. Media yang telah siap dimasukkan ke dalam botol kultur masing-masing 33 ml, atau
1 liter media untuk 30 botol kultur. Botol lalu ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet gelang. Sterilisasi media dilakukan dalam autoklaf pada tekanan 17,50 psi dengan suhu 121ÂșC selama 15 menit. Media yang telah disterilisasi diletakkan dalam ruang inkubasi selama satu minggu untuk melihat ada tidaknya media yang terkontaminasi.

3.4.3 Penanaman
Sebelum ditanam, benih melon dicuci dengan detergen kemudian kulitnya dibuang secara manual. Benih yang telah bersih direndam dengan larutan benlate selama 15 menit lalu dibilas dengan akuades, kemudian direndam dengan bayclin
8% selama 10 menit untuk proses sterilisasi, yaitu untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme baik bakteri maupun jamur. Selanjutnya benih dibilas kembali dengan akuades steril.
Penanaman dilakukan dalam LAFC. Bahan yang digunakan adalah media kultur serta benih melon yang telah disterilisasi. Sebelum dimasukkan ke dalam LAFC, benih melon disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70%, kemudian ditanam pada media inisiasi atau media MS0 masing-masing empat benih dalam satu botol. Setelah 2 minggu, eksplan akan berkecambah. Selanjutnya, kotiledonnya dipotong lalu ditanam dalam botol yang berisi media BAP dengan berbagai konsentrasi (0,50 ppm, 1 ppm, 1,50 ppm, dan tanpa BAP). Botol kemudian ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet, lalu masing-masing botol diberi label. Pembentukan kecambah dan tahapan proses kultur jaringan dapat dilihat
pada Gambar 1.
Parameter yang diamati dan diukur meliputi:
1.Persentase eksplan yang membentuk kalus, diamati pada akhir percobaan yaitu pada umur 45 hari setelah tanam (HST). Persentase eksplan yang membentuk kalus dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2.Persentase eksplan hidup, diamati pada akhir percobaan (45 HST) dengan cara menghitung semua eksplan yang segar (berwarna hijau segar) dan tidak terkontaminasi. Persentase eksplan hidup dihitung dengan rumus sebagai berikut:









Gambar 2. Proses kultur jaringan pada melon: (a) kecambah benih melon pada media MS0 umur 2 minggu setelah tanam, (b) kotiledon yang dipotong dari kecambah, dan (c) kotiledon yang sudah ditanam pada media perlakuan, Balitbu Tropika, Solok, 2003

3.Jumlah tunas pada masing-masing eksplan dihitung setelah 1 minggu eksplan ditanam pada media perlakuan. Pengamatan selanjutnya dilakukan 1 minggu sekali.
4.Panjang tunas (cm), diamati dengan cara mengukur batang tanaman dari permukaan media sampai titik tumbuh utama. Pengamatan dilakukan pada akhir kegiatan.











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian BAP dengan beberapa konsentrasi pada media MS menghasilkan persentase eksplan hidup yang tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Hal ini diduga karena media mengandung vitamin dan unsur hara makro dan mikro sehingga cukup untuk memacu pertumbuhan eksplan. Pada kontrol, eksplan tidak mengalami pertumbuhan (Gambar 2a). Menurut Santi dan Kusumo (1996), kultur tunas bromeliad pada media MS + 4 ppm NAA + 0,50 ppm BA menghasilkan jumlah tunas, panjang daun, dan warna daun yang lebih baik dibandingkan pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan BAP 1 ppm pada media MS memberikan hasil yang terbaik dalam pembentukan kalus dan tunas pada eksplan kotiledon melon (Gambar 2c), diikuti dengan penambahan BAP 0,50 ppm dan 1,50 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaanmedia MS dengan penambahan BAP dapat memacu pertumbuhan kalus dan perbanyakan tunas kotiledon melon(Wetter dan Constabel 1992). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Debeaujon dan Branchard (1993) dalam Nengsih (1997) yang menyatakan bahwa embriogenesis somatik dan pembentukan bagian tanaman melon dapat melalui berbagai sumber termasuk protoplas. Namun, hasil terbaik didapat jikamenggunakan eksplan kecambah, khususnya kotiledon dan hipokotil.
Sitokinin di dalam kultur jaringan tanaman dapat berfungsi antara lain untuk proses pembelahan sel, walaupun auksin lebih besar peranannya. Pada beberapa tanaman, sitokinin dibutuhkan untuk proliferasi kalus (Wattimena, 1992).
Tabel 1. Persentase eksplan hidup, persentase jumlah kalus, jumlah tunas, dan panjang tunas yang terbentuk pada kotiledon melon dengan beberapa konsentrasi BAP, Balitbu Tropika, Solok, 2003
Konsentrasi BAP (ppm)
Eksplan hidup
(%)
Kalus yg terbentuk(%)
Jumlah tunas/eksplan (Buah)
Panjang tunas/eksplan (cm)
0
0,50
1
1,50
100
90
95
90
0
55
86,25
77,5
0
1,33
1,46
1,05
0
0,50
0,10
0,02



Gambar 3. Pembentukan tunas dan kalus pada media MS dengan beberapa konsentrasi BAP: (a) MS tanpa BAP, (b) MS + 0,50 ppm BAP, (c) MS + 1 ppm BAP, dan (d) MS + 1,50 ppm BAP, Balitbu Tropika, Solok, 2003

Pemberian BAP 0,50 ppm menunjukkan respons yang terbaik terhadap panjang tunas melon, yaitu 0,50 cm (Gambar 2b). Namun, penambahan BAP 1 dan 1,50 ppm justru menghambat pertambahan panjang tunas melon, yaitu hanya 0,10 dan 0,02 cm. Dengan demikian, pemberian BAP 1-1,50 ppm dapat dikatakan telah melebihi konsentrasi yang optimum pada medium kultur kotiledon melon sehingga menghambat pertumbuhan. BAP dengan konsentrasi yang tepat dibutuhkan dalam perpanjangan tunas pada kultur jaringan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Matteille dan Foncell dalam Herlina (1997) yang melaporkan bahwa konsentrasi BAP yang terlalu tinggi akan merusak jaringan sehingga pertumbuhan dan pembentukan buku tunas berkurang serta menghambat pembesaran sel. Pada media tanpa BAP, tidak terdapat respons pertumbuhan pada eksplan kotiledon melon, karena setiap tanaman membutuhkan hormon eksogen selain hormon endogen. Hormon endogen saja tidak cukup untuk pertumbuhan sehingga diperlukan hormon eksogen, terutama pada kultur jaringan. Oleh karena itu, pemberian zat pengatur tumbuh harus sesuai jenis dan konsentrasinya karena akan mempengaruhi pertumbuhan eksplan (Santi dan Kusumo 1996).


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan yaitu Untuk pembentukan kalus dan tunas pada kultur kotiledon melon dapat digunakan medium MS + 1 ppm BAP. Untuk mendapat tunas melon yang lebih banyak dan pertumbuhannya baik pada perbanyakan menggunakan kotiledon sebagai eksplan, disarankan menggunakan media MS + 1 ppm BAP kemudian disubkultur ke media MS + 0,50 ppm BAP dilanjutkan ke media perakaran untuk menjadi planlet sempurna dan akhirnya ke tahap aklimatisasi.


DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, L.W. 1998. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. 304 hlm.
Herlina, L.S. 1997. Pertumbuhan Tunas Melon (Cucumis melo L.) dari Penambahan BAP dalam Medium MS dan Planlet yang Hidup pada Medium Aklimatisasi. Tesis Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. 63 hlm.
Kyte, L. 1990. Plants from Test Tubes. An Introduction to Micropropagation. Timbers Press, Portland, Oregon.
Nengsih, Y. 1997. Respons Eksplan Semangka Tanpa Biji Terhadap Pemberian IAA dan Kinetin pada Perbanyakan secara In Vitro. Tesis, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. 66 hlm.
Rukmana, R. 1994. Budi Daya Melon Hibrida. Kanisius, Yogyakarta. 71 hlm.
Santi, A. dan S. Kusumo. 1996. Komposisi media tumbuh yang cocok untuk perbanyakan in vitro bromelia (Tilandsia puctulata). Jurnal Hortikultura 5(5): 94-98.
Setiadi. 1999. Bertanam Melon. Penebar Swadaya, Jakarta. 71 hlm.
Setiti, E.A.W., S. Puji, dan Soedarti. 1996. Peranan media dan zat tumbuh untuk induksi dan diferensiasi kalus pada budi daya jaringan melon. Jurnal Hortikultura 5(5): 76-79.
Wattimena, G.A.1992. Sitokinin, Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. hlm. 66-67.
Wetter, L.R. and F. Constabel. 1992. Plant Tissue Culture Methods. Praire Regional Laboratory, Saskatoon, Saskatcchewan,Canada. 190 pp

Kamis, 22 April 2010

Ada Masalah?????ga masalah...........

TAK ada seoorang bisa lari dari masalah. Bahkan, kehidupan adalah proses perjalanan seseorang dari satu masalah ke masalah lain. Ada orang bermasalah karena kurang percaya diri yang membuatnya terbungkuk-bungkuk malu dan minder.heri(heboh sendiri),hehehe

Banyak orang yang mengatakan bahwa ada yang bermasalah karena terlalu percaya diri hingga dagu dan dadanya tegak mencuat karena rasa sombong. Ada orang bermasalah dengan prestasi akademis yang pas-pasan, bahkan anjlok. Dan ada juga yang bermasalah karena kadar emosionalnya berlebihan(wah bahaya tuch…..)

Ada masalah ekonomi, masalah politik, masalah sosial, masalah agama, bahkan masalah cinta. Semua meminta diperhatikan, minta diselesaikan. Tidak ada satu pun yang bisa dikatakan paling ringan atau paling berat. Semua sama sulitnya, sama pentingnya, sama bermasalahnya.

Dalam menyikapi masalah ada setidaknya tiga tipe manusia.
1. Orang yang enggan menghadapi masalah hingga ia selalu menghindar dari keharusan menyelesaikan masalah. Diam, mengalah, memendam rapat-rapat masalah dibalik kepasrahan dan berharap waktu akan menyelesaikan semua masalah itu. Kadang memang berhasil tetapi lebih sering masalah menumpuk terakumulasi dan menjadi boomerang yang menyerangnya dengan kekuatan yang lebih dahsyat.
Lihat saja, iri, dengki, marah, sedih, yang tak terurai tersalurkan bisa bergumpal kuat menjadi angkara murka, dendam atau depresi.hm….penyakit hati ini harus dihindarkan dari diri kita…..

2. Orang yang tidak sabar menghadapi masalah. Mereka adalah orang yang siap menghadapi masalah namun tidak siap menanti penyelesaian masalah yang kadang membutuhkan tahap waktu penuh kesabaran.

Bagi mereka menghadapi masalah berarti menyelesaikannya saat ini juga, dengan hasil yang bisa dinikmati sekarang juga. Karenanya setiap kali menghadapi masalah yang telah berurat akar, semisal korupsi atau pelacuran, mereka hanya percaya pada satu hal : masalah itu hanya akan menjadi masalah.

Sering terjadi, bila masalah ini telah begitu berat rasanya untuk ditanggungkan, dengan mudah mereka mengambil jalan pintas untuk lari dari masalah. Sebagian menarik diri menuju dunianya sendiri dan mengalami guncangan jiwa, sebagian yang lain bahkan memilih bunuh diri. Betapa ironisnya pilihan terakhir yang diambil ini karena didasari anggapan bahwa di alam kematian mereka bisa bebas dari masalah.

3. Mereka yang siap menghadapi masalah dan siap pula dengan konsekuensinya : apakah masalah itu akan selesai dalam waktu dekat, atau tertunda untuk sementara waktu bahkan bertukar dengan masalah baru.

Modal utama mereka adalah keyakinan, kesabaran dan keteguhan hati. Dengan keyakinan mereka tak ragu menempuh pilihan penyelesaian.

Dengan kesabaran mereka tidak ragu membenahi kesalahan dan dengan keteguhan mereka tidak ragu terus berjalan sekalipun dengan risiko menghadapi konsekuensi baru atau masalah baru. Sebab bagi tipe ketiga ini masalah bukan untuk dicari-cari namun bukan untuk dihindari.

Karena hidup adalah perjalanan manusia dari satu lintasan masalah kelintasan lain maka penyikapan akan masalah menjadi sangat penting untuk mengukur kesuksesan kita menjalani kehidupan.

UNTUK MENGETAHUI ITU, PERTANYAAN MENDASARNYA ADALAH : BERADA DITIPE MANAKAH KITA SAAT INI DENGAN SEGALA MASALAH KITA?

Sabtu, 17 April 2010

PERKEMBANGAN FIQIH PADA MASA SAHABAT DAN TABI'IN

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA SAHABAT DAN TABI’IN


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Study Fiqih







Disusun oleh:


Mudrika 07620010












JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2010



BAB I

PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang

Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang muncul pada masa awal berkembang agama islam. Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi SAW, walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu, langsung ditanyakan kepada Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati, dengan bersumber pada Al Qur’an sebagai al wahyu al matludan sunnah sebagai alwahyu ghoiru matlu. Baru sepeninggal Nabi SAW, ilmu fiqh ini mulai muncul, seiring dengan timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dan membutuhkan sebuah hukum melalui jalan istimbat.

Generasi penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada masa khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’ sholihin hingga sampai pada zaman kita sekarang ini. Perkembangan ilmu fiqih, bisa kita kualifikasikan secara periodik sesuai dengan kesepakatan para ulama. Yaitu ada empat, diantaranya : Pertama adalah masa kemunculan dan pembentuakn dasar-dasar islam, perode ini mencakup masa Nani SAW dan bisa juga disebut sebagai masa turunnya al qur’an atau wahyu. Kedua adalah masa pembangunan dan penyempurnaan, pada periode ini mencakup masa sahabat dan tabi’in hingga pertengahan qurun ke empat hijriyah. Yang ke tiga adalah masa taqlid dan jumud, pada periode ini berkisar antara pertengahan abad ke empat hingga abad ke tiga belas hijriyah. Keempat adalah masa kebangkitan, periode ini berkisar dari abad tiga belas hingga sekarang.


    1. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana sejarah perkembangan fiqih pada masa sahabat dan tabi’in?

  2. Bagaimana metode sahabat dan tabi’in dalam mengenal hukum?

  3. Apa saja keistimewaan fiqih pada masa sahabat dan tabi’in?

  4. Apa saja contoh-contoh ijtihad pada masa sahabat dan tabi’in?

    1. Tujuan

  1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan fiqih pada masa sahabat dan tabi’in.

  2. Untuk mengetahui metode sahabat dan tabi’in dalam mengenal hukum.

  3. Untuk mengetahui keistimewaan fiqih pada masa sahabat dan tabi’in.

  4. Untuk mengetahui contoh-contoh ijtihad pada masa sahabat dan tabi’in.



BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Fiqih

Dilihat dari sudut bahasa, fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti “memahami” dan “mengerti”. Sedangkan menurut istilah syar’I, ilmu fiqih dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar’i amali (praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil yang terperinci.

Secara definitif, fiqih berarti ilmu tentang hokum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili. Dalam definisi ini fiqih diibaratkan dengan ilmu karena fiqih itu tidak sama dengan ilmu seperti disebutkan diatas, fiqih itu bersifat dzanni. Fiqih adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan dzannya, sedangkan ilmu tidak bersifat dzanni seperti fiqih. Namun karena dzanni ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu. Karenanya ilmu definisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqih.

2.2 Sejarah pertumbuhan fiqih Islam

Pertumbuhan fiqih atau Hukum Islam dari awal sampai sekarang dapat dibedakan kepada beberapa periode, seperti dibawah ini:

  1. Periode Rasulullah

Yaitu periode insya’ dan takwin (pertumbuhan dan pembentukan) yang berlangsung selama 22 tahun dan beberapa bulan, yaitu terhitung sejak dari kebangkitan Rasulullah tahun 610 M sampai dengan kewafatan beliau pada tahun 632 M.

Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada masalah aqidah. Ayat hukum yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya, dan itu pun masih dalam rangkaian mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah sistem kepercayaan masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah SWT semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat tentang hukum turun secara bertahap. Pada masa ini seluruh persoalan hukum diturunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah. Oleh karenanya, periode Madinah ini disebut juga oleh ulama fiqh sebagai periode revolusi sosial dan politik.

  1. Periode sahabat

Yaitu periode tafsir dan takmil (penjelasan dan penyempurnaan) yang berlangsung selama 90 tahun kurang lebihnya, yaitu terhitung mulai kewafatan Rasulullah pada tahun 11 H sampai dengan akhir abad pertama Hijriah (101 H atau 632-720 M).

  1. Periode Tadwin

Yaitu periode pembukuan dan munculnya para imam mujtahid, dan zaman perkembangan serta kedaewasaan hukum, yang berlangsung selama 250 tahun, yaitu terhitung mulai tahun 100-350 H (720-961 M).

  1. Periode Taqlid

Yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai pertengahan abad 4 H (351 H) dan hanya Allah yang mengetahui kapan berakhirnya periode ini.

    1. Sejarah Perkembangan Fiqih pada Masa Sahabat dan Tabi’in

      1. Masa Sahabat (Khulafaur Rasyidin)

Masa mulai dari periode khulafaur Rasyidin dan sahabat-sahabat yang senior , hingga lahirnya Imam Madzhab yaitu dari tahun 11-132 H. Ini meliputi periode khulafaur Rasyidin (11-40 H = 632-661 M).

Pada masa ini daerah kekuasaan Islam semakin luas, meliputi beberapa daerah di luar semenanjung Arabia, seperti Mesir, Syria, Iran (Persia) dan Iraq. Dan bersamaan dengan itu pula, agama Islam berkembang dengan pesat mengikuti perkembangan daerah tersebut.

Di periode sahabat ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syari’at yang sempurna berupa Al-qur’an dan Hadits Rasul. Kemudian dilengkapi dengan ijma’ dan qiyas, diperkaya dengan adat istiadat dan peraturan-peraturan berbagai daerah yang bernaung dibawah naungan Islam. Dapat kita tegaskan bahwa di zaman khulafaur Rasyidin lengkaplah dalil-dalil tasyri Islami (dasar-dasar fiqih Islam) yang empat, yaitu: Al-Kitab, As Sunnah, Al-Qiyas atau ijtihad, atau ra’yu dan Ijma’ yang bersandar pada Al-Kitab, atau As-Sunnah, atau Qiyas(Djafar, 1992).

Sahabat-sahabat besar dalam periode ini menafsirkan nash-nash hukum dari Al Qur’an maupun dari Al Hadits, yang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash itu. Selain itu para sahabat besar memberi pula fatwa-fatwa dalam berbagai masalah besar memberi pula fatwa-fatwa dalam berbagai masalah terhadap kejadian-kejadian yang tidak ada nashnya yang jelas mengenai hal itu, yang kemudian menjadi dasar ijtihad(Asshiddieqi, 1999)..

  1. Metode Dalam Mengenal Hukum

Para Khulafaur Rasyidin dalam menghadap suatu masalah atau berbagai masalah mereka lebih dahulu mencari nashnya dari Al Quran atau Sunnah, kalau mereka tidak menemukan dalam Al Quran dan Sunnah mereka mengadakan pertemuan dengan fuqoha sahabat untuk meminta pendapat mereka. Apabila mereka telah sepakati suatu pendapat, maka mereka menetapkan pendapat itu sebagai suatu keputusan. Inilah yang disebut ijma’ (Djafar, 1992).

Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru para sahabat kembali kepada Alqur’an dan Sunnah Nabi. Para sahabat banyak yang hafal al-Qur’an, kendati pernah timbul keresahan ketika banyak yang gugur ketika menghadapi peperangan. Karenanya kembali kepada al-Qur’an itu mudah. Hadits memang diriwayatkan dan dihafal. Tetapi nasib hadits tidak sebagus al-Qur’an karena perhatian mereka lebih terpusat kepada al-Qur’an. Disamping dihafal, al-Qur’an juga ditulis. Namun demikian, sumber hukum Islam dimasa ini adalah al-Qur’an dan hadits. Berdasar kedua sumber hukum itulah para kahlifah dan sahabat berijtihad dengan menggunakan akal pikiran.

Pada umumnya dalam memutuskan hukum, sahabat tidak sendirian, tetapi bertanya terlebih dahulu kepada sahabat lain, takut kalau salah. Sikap ini menunjukkan bahwa penafsiran terhadap al-Qur’an bukan hak perogratif sahabat. Selanjutanya keputusan diambil dari hasil consensus, yang lazim disebut ijma’. Melihat luasnya kekuasaan Islam, tetapi kesepakatan beberapa pemuka Islam yang dipandang mewakili keseluruhan.

Pada awal masa sahabat ini , yaitu pada masa kholifah Abu Bakar dan masa kholifah Umar, para sahabat dengan cara bersama-bersama menetapkan hukum terhadap sesuatu yang tidak ada nashnya. Hukum yang di keluarkan oleh para sahabat dengan cara bersama-sama ini di sebut sebagai ijma’ sahabat.

Kholifah Umara pun berbuat demikian, yaitu apabila sulit baginya mendapatkan hukum dala al-qur’an dan as-sunnah, amka beliau memperhatikan apakah telah ada keputusan-keputusan terhadap masal itu. Jika Abu Bakar mendapatkan suatu keputusan hukum, maka Umar memutuskan dengan hukum itu, dan kalau tidak maka beliau memanggil pemuka-pemuka kaum muslimin, apabila sepakat tentang hukum tersebut, maka belau memeberikan keputusan dengan hukum yang telah di sepakati tersebut.

Metode yang digunakan pada masa sahabat dapat ditempuh melalui beberapa cara diantaranya :

  1. Dengan semata pemahaman lafaz yaitu memahami maksud yang terkandung dalam lahir lafaz. Umpamanya bagaimana hokum membakar harta anak yatim. Ketentuan yang jelas dalamm alquran hanya larangan memakan harta anak yatim. Ketentuan jelas dalam alquran hanya larangan memakan harta anak yatim secara aniaya, sedangkan hukum membakarnya tidak ada. Karena semua orang itu tahu bahwa membakar dan memakan harta itu sama dalam hal mengurangi atau menghilangkan harta anak yatim, maka keduanya juga sama hukumnya yaitu haram. Cara ini kemudian disebut penggunaan metode mafhum.

  2. Dengan cara memahami alasan atau illat yang terdapat dalam suatu kasus (kejadian) yang baru, kemudian menghubungkannya kepada dalil nash yang memiliki alasan atau illat yang sama dengan kasus tersebut. Cara ini kemudian disebut metode qiyas.

  1. Keistimewaan Fiqih Pada Masa Khulafaur Rasyidin:

Pada masa Sahabat merupakan masa perkembangan fiqih yang diistilahkan sebagai masa muda remaja yang dimulai dari periode Khulafaur Rasyidin dan sahabat-sahabat senior hingga lahirnya imam mazhab dari tahun 11-132 H. Meliputi periode Khulafaur Rasyidin (11-40 H = 632-661 M) dan periode Umayyah (40-132 H = 661-750 M).

Ada 3 keistimewaan yang menonjol pada masa Khulafaur Rasyidin, yaitu:

a. Kodifikasi ayat-ayat al-Qur’an serta menyebarkannya yang dimaksudkan untuk mempersatukan umat Islam dalam satu wajah tentang bacaan al-Qur’an agar tidak ada perbedaan yang berakibat perpecahan.

b. Pertumbuhan tasyri’ dengan ra’yu sebagai motivasi besar terhadap para fuqaha untuk menggunakan rasio sebagai sumber ketiga yaitu qiyas.

c. Pengaturan peradilan.

Setelah masa Khulafaur Rasyidin kemudian diganti dengan masa Dinasti Umayyah, berkembanglah Ahlul Hadist disamping Ahlu Ra’yi. Bahkan perbedaan pendapat antara 2 kelompok ini semakin tajam pada dinasti Abbasiyah (132-656 H) dan kian bertambah subur dan berkembang dengan baik serta menjadi gerakan ilmiah yang berpengaruh luas yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab fiqhi dalam Islam

Keistimewaan pada periode Khulafaur Rasyidin bahwa fiqih pada masa ini muncul sesuai dengan perjalannya waktu. Dalam artian, kapan ada suatu permasalahan yang tidak terdapat di dalam Nash, maka para mujtahidin berusaha menggali hukumnya dari al qur’an dan sunnah.

Dalam masa ini terjadi pengumpulan al qur’an dan menjadikannya dalam satu mushaf. Hal ini terjadi karena untuk menghindari perpecahan diantara umat islam yang sudah mulai merambah ke seluruh tanah arab.

Dalam masa ini juga belum ada periwayatan hadits, kecuali jika ada sebuah kebutuhan untuk mengetahui suatu hukum. Di masa ini juga telah menghadirkan sumber hukum baru yaitu ijma’. Dan ini banyak sekali timbul permasalahan yang merujuk pada ijma’.

Adapun peninggalan-peninggalan masa sahabat yang ada hubungannyadengan fiqih ialah:

  1. Penjelasan-penjelasan yang bersifat yuridis terhadap nash-nash hukum al-qur’an dan as-sunah. Penjelasan-penjelasan yang demikian iti terjadi, ialah ketika sahabat membahas nash-nash hukum untuk di terapkan kepada kejadian-kejadian lalu timbul pendapat-pendapat tentang pengertian dan maksud sebenarnya dari nash-nash. Dalam melahirkan pendapat-pendapat itu mereka bersandar pada bakat serta kemampuan mereka dalam bidang bahasa , pada bakat serta kemampuan mereka dalam penetapan hukum dan pada pengetahuan mereka, tentang hikmah diturunkannya syari’at serta sebab –sebab turunnya al;qur’andan di datangkannya al-hadits.

Dari kumpulan pendapat-pendapat itu terbentuklah syarah yang bersifat yuridis terhadap nash-nash hukum, yang syarah itu dianggap sebagai landasan terpercaya dalam menafsirkan nash-nash tersebut dan untuk menjelaskan keumumannya dan nash serta cara-cara penerapannya.

  1. Fatwa-fatwa hasil ijtihad yang di berikan oleh tokoh-tokoh sahabat, terhadap kejadian-kejadian yang tidak ada nashnya. Cara mujtahid dikalangan sahabat itu apabila tidak mendapatkan nash dalan al-qur’an atau as-sunah tentang hukum sesuatu kejadian yang diajukan. Mereka berijtihad untuk menemukan hukum dengan berbagai jalan istinbath.


  1. Contoh contoh ijtihad yang dilakukan pada masa sahabat:

Diantara beberapa contoh ijtihad yang dilakukan oleh sahabat, antara lain:

  1. Memerangi orang yang tidak mau membayar zakat

Diriwayatkan, Abu Bakar sebagai Khalifah pernah memerangi orang yang menolak membayar zakat. Umar bin al-Khattab menegurnya dengan berkata, “ Saya pernah disuruh Rasulullah memerangi orang sampai mereka mengucap la ilaha illa Allah. Kalau mereka sudah mengucapkannya, Allah menjaga harta dan darahnya, kecuali dengan “hak”nya. Semua urusan ditangan Tuhan”. Abu bakar menyahut, “ Demi Allah, sungguh saya akan memerangi siapa saja yang membedakan sholat dengan zakat. Sebab zakat termasuk “hak”nya atas harta.

  1. Ahli waris

Pada zaman Umar Bin Khattab terdapat serombongan ahli waris yang terdiri dari suami(1/2) ibu(1,6) dan tiga orang saudara seibu semuanya sesuai dngan ketentuan Al Qur’aan. Kebetulan dalam rombongan itu ada pula saudara laki-laki kandung yang berdasarkan hadits nabi adalah “ahli waris sisa harta”. Karena harta sudah terbagi habis maka saudara kandung tidak dapat bagian apa-apa. Tidak dapatnya saudara kandung, sedangkan saudara seibu mendapat, tentu tidak enak dirasakannya. Dalam hal ini umar menetapkan bahwa saudara kandung bergabung dengan saudara seibu dalam mengambil hak 1/3 harta yaitu hak saudara seibu. Hak istri atas peninggalan mendiang suaminya dijelaskan secara pasti dalam Al Qur’an Surat An Nisa 12 yaitu ¼ bila suami tidak meninggalkan anak dan 1/8 bila suami meninggalkan anak. Istri ini tidak mendapat hak apa-apa bila sebelum suami mati istri sudah di cerai terlebih dahulu.

  1. Hukuman diyat karena pengampunan salah seorang Wali

Ketika haji wada’ Nabi menyuruh pilih keluarga korban dimaksud, qishas atau denda bagi pembunuh (pembunuh disengaja). Ini sesuai firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 178.

                                         


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”

  1. Pernikahan seorang wanita yang sedang dalam ‘iddah

Tentang kasus semacam ini terdapat dalam sunnah maupun Alqur’an. Ali ra. dalam menjawab masalah ini berpegang pada prinsip umum, tidak ada “larangan abadi”. Maka, cukuplah diberi hukuman fisik dan perceraian, serta “iddah ganda”. Sementara Umar ra. dalam mengambil sikap keras itu karena menutup pintu kesalahan yang sama bagi orang lain.

Tentang iddah wanita yang kematian suami disebutkan oleh Allah secara pasti dalam Surat Al-Baqarah ayat 234 yaitu 4 bulan 10 hari:

                           

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.


Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka[147] menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.


      1. Masa Tabi’in

Pada masa tabi'in, tabi'-tabi'in dan para imam mujtahid, di sekitar abad II dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak diantara para ulama yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk daerah-daerah itu yang memeluk agama Islam. Dengan semakin tersebarnya agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya.

Periode ini disebut juga periode pembinaan dan pembukuan hukum islam. Pada masa ini fiqih Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum Islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan hadits-hadits nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir al-Qur’an, kumpulan pendapat imam-imam fiqih, dan penyususnan ushul fiqih.


  1. Metode tabi’in dalam mengenal hukum

Pada periode ini ialah, “Menerima hukum yang dikumpulkan oleh seseorang mujtahid dan memandang pendapat mereka seolah-olah nash syara’ sendiri.” Jadi taqlid itu menerima saja pendapat seseorang mujtahid sebagai nash hukum syara’. Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama’ Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.

Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa setiap mazhab fiqh mempunyai ushul fiqh. Hanya saja, metode penulisan mereka berbeda. Metode penulisan ushul fiqh yang ada yaitu;

  1. Metode mutakallimin

Metode penulisan ushul fiqh ini memakai pendekatan logika (mantiqy), teoretik (furudl nadzariyyah) dalam merumuskan kaidah, tanpa mengaitkannya dengan furu’. Tujuan mereka adalah mendapatkan kaidah yang memiliki justifikasi kuat. Kaidah ushul yang dihasilkan metode ini memiliki kecenderungan mengatur furu’ (hakimah), lebih kuat dalam tahqiq al masail dan tamhish al khilafat. Metode ini jauh dari ta’asshub, karena memberikan istidlal aqly porsi yang sangat besar dalam perumusan. Hal ini bisa dilihat pada Imam al Haramain yang kadang berseberangan dengan ulma lain. Dianut antara lain oleh; Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan Syiah.

(2) Metode Fuqaha

Tidak diperdebatkan bahwa Abu Hanifah memiliki kaidah ushul yang beliau gunakan dalam istinbath. Hal ini terlihat dari manhaj beliau; mengambil ijma’ shahabat, jika terjadi perbedaan memilih salah satu dan tidak keluar dari pendapat yang ada, beliau tidak menilai pendapat tabiin sebagai hujjah. Namun, karena tidak meninggalkan kaidah tersebut dalam bentuk tertulis, pengikut beliau mengumpulkan masail/furu’ fiqhiyyah, mengelompokkan furu’ yang memiliki keserupaan dan menyimpulkan kaidah ushul darinya. Metode ini dianut mazhab Hanafiyyah. Sering pula dipahami sebagai takhrij al ushul min al furu’. Metode ini adalah kebalikan dari metode mutakallimin.




  1. Keistimewaan pada masa tabi’in

Berkembangnya beberapa pusat studi Islam, menurut Manna' al-Qatthan telah melahirkan dua tradisi besar dalam sejarah pemikiran Islam. Keduanya adalah tradisi pemikiran Ahl al-Ra'y dan tradisi pemikiran Ahl al-Hadits. Menurutnya, mereka yang tergolong Ahl al-Ra'y dalam menggali ajaran Islam banyak menggunakan rasio (akal). Sedangkan mereka yang tergolong Ahl al-Hadits cenderung memarjinalkan peranan akal dan lebih mengedapankan teks-teks suci dalam pengambilan keputusan agama (hlm. 289-290).

  • Fiqih sudah sampai pada titik sempurna pada masa ini.

  • Pada masa ini muncul ulam’-ulama’ besar, fuqoha’ dan ahli ilmu yang lain.

  • Madzhab fiqih pada masa ini sudah berkembang dan yang paling masyhur adalah 4 madzhab.

Telah dibukukan ilmu-ilmu penting dalam islam. Diantaranya, dalam madzhab abu hanifah : kutub dzohir al Riwayah yang diriwayatkan dari oleh Muhammad bin al Hasan dari Abu Yusuf dari imam Abu Hanifah, kemudian dikumpulkan menjadi kitab al Kafi oleh al Hakim as Syahid. Dalam madzhab imam Malik : al Mudawwanah yang diriwayatkan oleh Sahnun dari Ibnu Qosim dari imam Malik. Dalam madzhab imam Syafi’i kitab al Um yang diimlakkan oleh imam kepada muridnya di Mesir. Dalam madzhab imam Ahmad kitab al Jami’ al Kabir yang dikarang oleh Abu Bakar al Khollal setelah mengumpulkannya dari pere murid imam Ahmad.

Peristiwa pemberlakukan hukum di kawasan pemerintahan Islam tidak hanya terjadi di daerah kekuasaan Daulah Utsmaniyyah saja. Di Mesir, tarik menarik antara penerapan hukum Islam dengan penerapan hukum positif (barat) juga terjadi. Dan hukum Islam pun akhirnya harus puas berkiprah hanya pada tingkat wacana. Sedangkan dalam aplikasinya, pemerintah lebih memilih untuk menerapkan sistem hukum positif. Bahkan, hukum positif yang diberlakukan di Mesir tidak hanya menyangkut masalah pidana, namun dalam masalah perdata juga diterapkan.

  1. Sejarah pada periode kemunduran

Periode ini lahir pada abad ke 4 H (tahun ke 12 M), yang berarti sebagai penutupan periode ijtihad atau periode tadwin (pembukuan). Mula-mula masa kemunduran dalam bidang kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan hukum Islam atau Fiqih Islam. Pada umumnya, ulama yang berada di masa itu sudah lemah kemauannya untuk mencapai tingkat mujtahid mutlak sebagiamana dilakukan oleh para pendahulu mereka pada kejayaan seperti disebut diatas.

Situasi kenegaraan yang barada dalam konflik, tegang, dan lain sebagainya itu ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengkaji ajaran Islam langsung dari sumber aslinya Alqur’an dan Hadits. Mereka telah puas hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada, dan meningkatkan kepada tingkat tersebut kedalam madzhab-madzhab fiqhiyah. Sikap seperti inilah yang mengantarkan Dunia Islam kea lam taklid, kaum Muslimin terperangkap ke alam pikiran yang jumud dan statis.

Disamping kondisi sosialpolitik tersebut, beberapa faktor lain berikut ini kelihatannya ikut mendorong lahrnya sikap taklid dan kemunduran. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Efek samping dari pembukuan fiqih pada periode sebelumnya

Dengan adanya kitab-kitab fiqih yang ditulis oleh ulama-ulama sebelumnya, baik untuk persoalan-persoalan yang benar-benar terjadi atau diprediksi akan terjadi, memudahkan umat Islam pada periode ini merujuk semua persoalan hukumnya kepada kitab-kitab yang ada itu.

  1. Fanatisme mazhab yang sempit

Pengikut imam mujtahid terdahulu itu berusaha membela kebenaran pendapat mazhabnya masing-masing dengan berbagai cara. Mungkin akibat pengaruh arus keidakstbilan kehidupan politik, dimana frkuensi sikap curiga dan rasa tidak senang antara seseorang atau antar kelompoknya dengan mnecari-cari argumentasinya yang pada umumnya apologetic serta menyanjung imam dan mazhabnya dengan sikap emosinalitas yang tinggi. Akibatnya, mereka tenggelam dalam suasana chauvinism yang tinggi, jauh dari sikap rasionalitas ilmiah dan terpaling dari sumber-sumber hukum yang sesungguhnya, Alqur’an dan Hadits.

  1. Pengangkatan hakim-hakim muqallid

Kehidupan taklid pada periode semakin subur ketika pihak penguasa mengangkat para hakim dari orang-orang yang bertklid. Bila pada periode sebelumnya para penguasa memilih dan mengangkat hakim-hakim dari kalangan mujtahid dan mereka diberi kebebasan berijtihad sendiri, hasil ijtihadnya sering menjadi sasaran kritikan pedas dari penganut-penganut mazhab tertentu, termasuk penguasa.

Umat islam menyadari kemunduran dan kelemahan mereka yang sudah berlangsung semakin lama itu. Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh terhadap perkembangan fiqih. Banyak diantara pembaharuan itu juga adalah ulama’-ulama’ yang berperan dalam perkembangan fiqih itu sendiri. Mereka berseru agar umat Islam meningglakan taklid dan kembali kepada Alqur’an dan hadits dan mengikuti jejak para ulama’ terdahulu. Mereka inilah yang disebut sebagai golongan salaf. Periode ini ditandai dengan disusunnya kitab Majallat al-Ahkam al-‘Adiyyat di akhir abad ke-13 H, mulai 1285 H sampai tahun 1293 H (1869-1876 M).


  1. Contoh-contoh ijtihad yang dilakukan

  1. Perluasan daerah dari suatu Negara akan berdampak semakin luas pada jumlah dan bobot persoalan yang dihadapi, baik menyangkut sosial politik ketatanegaraan maupun hal-hal yang perlu diselesaikan oleh pemimpin dan para ulam’nya. Mereka, terutama ulama’-ulama’ dituntut untuk berfatwa dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum yang frekuensinya selalu bertambah dari masa ke masa. Keadaan ini menentang mereka untuk menafsirkan ayat-ayat Alqur’an atau hadits-hadits nabi berdasarkan penalaran ilmiah yang intens (ijtihad).

DAFTAR PUSTAKA


Bakry, Nazar. 1993. Fiqih Dan Ushul Fiqih. Jakarta: Rajawali

Koto, Alaiddin Haji. 2006. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Mudjib, Abdul. 1982. Pengantar Ilmu Fiqih. Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.

Zainuddin, Ali. 2006. Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika

Zuhri, Muhammad. 1996. Hukum Islam Dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada