Minggu, 23 Mei 2010

TEKNIK PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN KALUS DAN TUNAS PADA KOTILEDON MELON (Cucumis melo L.)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Melon merupakan salah satu jenis tanaman buah-buahan yang makin populer di berbagai belahan dunia, baik di daerah beriklim subtropis maupun tropis. selama ini benih melon yang ditanam di Indonesia masih diimpor dari luar negeri. Biji sebagai benih melon umumnya merupakan hasil hibridisasi. Benih tersebut bila ditanam akan menghasilkan buah dengan menampakkan sifat-sifat unggulnya. Namun, sering terjadi benih dari buah melon hibrida ditanam kembali, sehingga menghasilkan buah yang beragam, baik bentuk maupun rasanya, bahkan sering kali tidak berbuah. Untuk mengurangi kebergantungan pada benih impor, perlu dicari alternatif untuk memperoleh benih melon tersebut. Salah satu teknologi untuk mendapatkan benih melon adalah teknik kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik untuk mengisolasi bagian tanaman dan ditumbuhkan secara tersendiri serta dipacu untuk perbanyakan, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan yang aseptic dan terkendali di luar lingkungan aslinya.

1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada peneliatian ini adalah bagaimana teknik pemberian benzil amino purin untuk memacu pertumbuhan kalus dan tunas pada kotiledon melon (cucumis melo l.)?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui teknik pemberian benzil amino purin untuk memacu pertumbuhan kalus dan tunas pada kotiledon melon (cucumis melo l.)



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Melon (Cucumis melo L.)
Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk family Cucurbitaceae atau labu-labuan. Melon tergolong tanaman baru dibandingkan dengan semangka (Citrulus vugaris) atau blewah (Cucumis melo). Melon lebih dekat dengan blewah, tetapi melon mempunyai kelebihan, yaitu bila buahnya sudah cukup matang aroma melon lebih harum, tekstur daging buah lebih halus, renyah, dan juga lebih manis (Setiadi 1999).

Gambar 1. melon
Banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. Dan tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur Tengah dan ke Eropa. Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus dan akhirnya ditanam luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon tersebar keseluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan subtropis termasuk Indonesia.

2.2 Syarat Tumbuh
2.2.1 Iklim
1.Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon, dapat mematahkan tangkai daun, tangkai buah dan batang tanaman.
2.Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang sudah terbentuk dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi patogen. Saat tanaman melon menjelang panen, akan mengurangi kadar gula dalam buah.
3.Tanaman melon memerlukan penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya.
4.Tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering untuk pertumbuhannya. Suhu pertumbuhan untuk tanam melon antara 25–30 derajat C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh apabila kurang dari 18 derajat C.
5.Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman melon. Dalam kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit.
2.2.2 Media Tanam
1.Tanah yang baik untuk budidaya tanaman melon ialah tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik untuk memudahkan akar tanaman melon berkembang. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah.
2.Tanaman melon akan tumbuh baik apabila pH-nya 5,8–7,2.
3.Tanaman melon pada dasarnya membutuhkan air yang cukup banyak. Tetapi, sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air hujan.
2.2.3 Ketinggian Tempat
Tanaman melon dapat tumbuh dengan cukup baik pada ketinggian 300–900 meter dpl. Apabila ketinggian lebih dari 900 meter dpl tanaman tidak berproduksi dengan optimal.

2.3 Persyaratan Benih
Tanaman melon yang sehat dan berproduksi optimal berasal dari bibit tanaman yang sehat, kuat dan terawat baik pada awalnya. Benih direndam kedalam larutan Furadam dan Atonik selama 2 (dua) jam. Benih yang baik berada di dasar air, dan benih yang kurang baik akan mengapung di atas permukaan air. Oleh sebab itu pembibitan merupakan kunci keberhasilan suatu agribisnis melon.
2.3.1 Penyiapan Benih
1. Pengadaan Benih Secara Generatif
Fase generatif ditandai dengan keluarnya bunga. Pada fase ini tanaman memerlukan banyak unsur fosfor untuk memperkuat akar dan membentuk biji pada buah. Pada fase ini apabila tanaman dalam kondisi sehat maka jaringjaring pada buah diharapkan muncul secara merata.
2. Pengadaan Benih Secara Vegetatif (Kultur Jaringan)
Dengan metode kultur jaringan, pemilihan media tanam dan sumber eksplan
yang digunakan haruslah tepat agar memberikan hasil yang maksimal. Media dasar yang dipakai tersusun dari garam-garam berdasarkan susunan Murashige & Skoog.
Tanaman yang didapat dari kultur jaringan membentuk bunga jantan dan bunga betina separti halnya tanaman yang didapat dari biji.
Kultur jaringan merupakan suatu teknik untuk mengisolasi bagian tanaman dan ditumbuhkan secara tersendiri serta dipacu untuk perbanyakan, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan yang aseptic dan terkendali di luar lingkungan aslinya (Kyte 1990; Gunawan 1998).
Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan hormon yang ada dalam eksplan. Hormon dalam eksplan bergantung pada hormone endogen dan hormon eksogen yang diserap dari media tumbuh (Wattimena1992). Penambahan hormon eksogen akan berpengaruh terhadap jumlah dan kerja hormone endogen untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Gunawan 1998).

2.4 Hormon Benzil Amino Purin (BAP)
Sitokinin (BAP) berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolism sel, pembelahan sel, merangsang sel, mendorong
pembentukan buah dan biji, mengurangi dormansi apikal, serta mendorong inisiasi tunas lateral Wattimena (1998).
Sitokinin diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan sampai ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di dalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan auksin; sitokinin menstimulasi pembelahan sel
dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap pertumbuhan sel di
dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap.

Ketika satu potongan jaringan parenkhim batang dikulturkan tanpa memakai sitokinin, maka selnya itu tumbuh menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokinin secara mandiri tidak mempunyai efek. Akan tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan
bersama-sama dengan auksin, maka sel itu dapat membelah. Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi apikal, yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan tunas aksilar. Sampai sekarang, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal padam dominansi apikal, yaitu hipotesis penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja secara antagonistis dalam mengatur pertumbuhan tunas aksilari.















BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika), Solok, Sumatera Barat pada bulan Oktober 2002-Januari 2003.

3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet (LAFC), autoklaf, oven, timbangan analitik, kertas lakmus, botol kultur, erlenmeyer, gelas ukur, sendok kimia, gelas piala, cawan petri (petri dish), pinset, pisau bedah (scalpel), lampu spirtus, hand sprayer, pipet, panci, pengaduk, kompor, rak dorong, dan rak kultur yang dilengkapi dengan lampu flouresen sebagai sumber cahaya.
Bahan yang digunakan adalah benih melon varietas Emeral Jewel. Media yang digunakan adalah Murashige dan Skoog (MS), agar 8 g/l media, gula pasir putih 50 g/l media, dan zat pengatur tumbuh BAP. Bahan lain yang digunakan adalah akuades, mio-inositol, alkohol 70%, alkohol 96%, bayclin 8%, benlate, HCl 1 N, NaOH 1 N, spirtus, aluminum foil, plastik, karet gelang, tisu, kertas label, dan detergen.

3.3 Metode Penelitian
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan, yaitu: (1) MS + 0 ppm BAP, (2) MS + 0,50 ppm BAP, (3) MS + 1 ppm BAP, dan (4) MS + 1,50 ppm BAP. Masing-masing perlakuan diulang lima kali. Setiap ulangan terdiri atas 4 botol dan dalam satu botol ditanam 4 eksplan.




3.4 Pelaksanaan Percobaan
3.4 1 Pembuatan Larutan Stok
Media yang digunakan adalah media dasar MS yang diracik sendiri, terdiri atas hara makro dan mikro. Media dasar dikelompokkan menjadi beberapa stok dengan memberi kode sebagai berikut: (A) nitratos (NH4NO3 41,25 g dan KNO3 47,50 g); (B) sulfatos (MgSO47H2O 9,25 g, ZnSO4 7H2O 0,2150 g, MnSO44H2O 0,5575 g, CuSO45H2O 0,0006 g); (C) holidos (CaCl26H2O 11 g, KI 0,0208 g, CoCl26H2O 0,0006 g); (D) P-B-Mo (KH2PO4 4,25 g, H3BO3 0,155 g, NaMoO4H2O 0,0063 g); (E) Fe-EDTA (FeSO47H2O 0,6950 g, Na-EDTA 0,9325 g); (F) organic salt (tiamin-HCl 0,0025 g, asam nikotinat 0,0125 g, piridoksin-HCl 0,0125 g, glisin 0,05 g); dan (G) mio-inositol 2,50 g. Masing-masing bahan kimia ditimbang, lalu dilarutkan dengan 100 ml akuades steril. Setelah semua bahan larut, lalu volume dicukupkan hingga 250 ml dengan menambahkan akuades steril lalu diberi label nitratos, sulfatos, holidos, PBMO, Fe-EDTA, organic salt, dan mio-inositol sesuai dengan kelompoknya. Untuk BAP ditimbang 100 mg dan dilarutkan dengan NaOH 1 N. Setelah larut, volume dicukupkan hingga mencapai 100 ml dengan menambahkan akuades steril, lalu semua larutan stok disimpan
dalam refrigator.
3.4.2 Pembuatan Media
Untuk pembuatan media, masing-masing larutan stok diambil 10 ml/l media lalu dimasukkan ke dalam gelas piala. Zat pemadat berupa agar 8 g/l media dan gula pasir 50 g/l media ditambah 800 ml akuades lalu dimasak sampai mendidih. Ke dalam larutan agar lalu dimasukkan stok MS yang telah disediakan ditambah BAP sesuai perlakuan, lalu volumenya dicukupkan dengan akuades hingga mencapai 1 liter. Selanjutnya pH larutan diatur sampai 5,80. Penurunan dan peningkatan pH dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes HCl 0,10 N dan NaOH 0,10 N. Media yang telah siap dimasukkan ke dalam botol kultur masing-masing 33 ml, atau
1 liter media untuk 30 botol kultur. Botol lalu ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet gelang. Sterilisasi media dilakukan dalam autoklaf pada tekanan 17,50 psi dengan suhu 121ÂșC selama 15 menit. Media yang telah disterilisasi diletakkan dalam ruang inkubasi selama satu minggu untuk melihat ada tidaknya media yang terkontaminasi.

3.4.3 Penanaman
Sebelum ditanam, benih melon dicuci dengan detergen kemudian kulitnya dibuang secara manual. Benih yang telah bersih direndam dengan larutan benlate selama 15 menit lalu dibilas dengan akuades, kemudian direndam dengan bayclin
8% selama 10 menit untuk proses sterilisasi, yaitu untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme baik bakteri maupun jamur. Selanjutnya benih dibilas kembali dengan akuades steril.
Penanaman dilakukan dalam LAFC. Bahan yang digunakan adalah media kultur serta benih melon yang telah disterilisasi. Sebelum dimasukkan ke dalam LAFC, benih melon disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70%, kemudian ditanam pada media inisiasi atau media MS0 masing-masing empat benih dalam satu botol. Setelah 2 minggu, eksplan akan berkecambah. Selanjutnya, kotiledonnya dipotong lalu ditanam dalam botol yang berisi media BAP dengan berbagai konsentrasi (0,50 ppm, 1 ppm, 1,50 ppm, dan tanpa BAP). Botol kemudian ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet, lalu masing-masing botol diberi label. Pembentukan kecambah dan tahapan proses kultur jaringan dapat dilihat
pada Gambar 1.
Parameter yang diamati dan diukur meliputi:
1.Persentase eksplan yang membentuk kalus, diamati pada akhir percobaan yaitu pada umur 45 hari setelah tanam (HST). Persentase eksplan yang membentuk kalus dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2.Persentase eksplan hidup, diamati pada akhir percobaan (45 HST) dengan cara menghitung semua eksplan yang segar (berwarna hijau segar) dan tidak terkontaminasi. Persentase eksplan hidup dihitung dengan rumus sebagai berikut:









Gambar 2. Proses kultur jaringan pada melon: (a) kecambah benih melon pada media MS0 umur 2 minggu setelah tanam, (b) kotiledon yang dipotong dari kecambah, dan (c) kotiledon yang sudah ditanam pada media perlakuan, Balitbu Tropika, Solok, 2003

3.Jumlah tunas pada masing-masing eksplan dihitung setelah 1 minggu eksplan ditanam pada media perlakuan. Pengamatan selanjutnya dilakukan 1 minggu sekali.
4.Panjang tunas (cm), diamati dengan cara mengukur batang tanaman dari permukaan media sampai titik tumbuh utama. Pengamatan dilakukan pada akhir kegiatan.











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian BAP dengan beberapa konsentrasi pada media MS menghasilkan persentase eksplan hidup yang tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Hal ini diduga karena media mengandung vitamin dan unsur hara makro dan mikro sehingga cukup untuk memacu pertumbuhan eksplan. Pada kontrol, eksplan tidak mengalami pertumbuhan (Gambar 2a). Menurut Santi dan Kusumo (1996), kultur tunas bromeliad pada media MS + 4 ppm NAA + 0,50 ppm BA menghasilkan jumlah tunas, panjang daun, dan warna daun yang lebih baik dibandingkan pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan BAP 1 ppm pada media MS memberikan hasil yang terbaik dalam pembentukan kalus dan tunas pada eksplan kotiledon melon (Gambar 2c), diikuti dengan penambahan BAP 0,50 ppm dan 1,50 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaanmedia MS dengan penambahan BAP dapat memacu pertumbuhan kalus dan perbanyakan tunas kotiledon melon(Wetter dan Constabel 1992). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Debeaujon dan Branchard (1993) dalam Nengsih (1997) yang menyatakan bahwa embriogenesis somatik dan pembentukan bagian tanaman melon dapat melalui berbagai sumber termasuk protoplas. Namun, hasil terbaik didapat jikamenggunakan eksplan kecambah, khususnya kotiledon dan hipokotil.
Sitokinin di dalam kultur jaringan tanaman dapat berfungsi antara lain untuk proses pembelahan sel, walaupun auksin lebih besar peranannya. Pada beberapa tanaman, sitokinin dibutuhkan untuk proliferasi kalus (Wattimena, 1992).
Tabel 1. Persentase eksplan hidup, persentase jumlah kalus, jumlah tunas, dan panjang tunas yang terbentuk pada kotiledon melon dengan beberapa konsentrasi BAP, Balitbu Tropika, Solok, 2003
Konsentrasi BAP (ppm)
Eksplan hidup
(%)
Kalus yg terbentuk(%)
Jumlah tunas/eksplan (Buah)
Panjang tunas/eksplan (cm)
0
0,50
1
1,50
100
90
95
90
0
55
86,25
77,5
0
1,33
1,46
1,05
0
0,50
0,10
0,02



Gambar 3. Pembentukan tunas dan kalus pada media MS dengan beberapa konsentrasi BAP: (a) MS tanpa BAP, (b) MS + 0,50 ppm BAP, (c) MS + 1 ppm BAP, dan (d) MS + 1,50 ppm BAP, Balitbu Tropika, Solok, 2003

Pemberian BAP 0,50 ppm menunjukkan respons yang terbaik terhadap panjang tunas melon, yaitu 0,50 cm (Gambar 2b). Namun, penambahan BAP 1 dan 1,50 ppm justru menghambat pertambahan panjang tunas melon, yaitu hanya 0,10 dan 0,02 cm. Dengan demikian, pemberian BAP 1-1,50 ppm dapat dikatakan telah melebihi konsentrasi yang optimum pada medium kultur kotiledon melon sehingga menghambat pertumbuhan. BAP dengan konsentrasi yang tepat dibutuhkan dalam perpanjangan tunas pada kultur jaringan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Matteille dan Foncell dalam Herlina (1997) yang melaporkan bahwa konsentrasi BAP yang terlalu tinggi akan merusak jaringan sehingga pertumbuhan dan pembentukan buku tunas berkurang serta menghambat pembesaran sel. Pada media tanpa BAP, tidak terdapat respons pertumbuhan pada eksplan kotiledon melon, karena setiap tanaman membutuhkan hormon eksogen selain hormon endogen. Hormon endogen saja tidak cukup untuk pertumbuhan sehingga diperlukan hormon eksogen, terutama pada kultur jaringan. Oleh karena itu, pemberian zat pengatur tumbuh harus sesuai jenis dan konsentrasinya karena akan mempengaruhi pertumbuhan eksplan (Santi dan Kusumo 1996).


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan yaitu Untuk pembentukan kalus dan tunas pada kultur kotiledon melon dapat digunakan medium MS + 1 ppm BAP. Untuk mendapat tunas melon yang lebih banyak dan pertumbuhannya baik pada perbanyakan menggunakan kotiledon sebagai eksplan, disarankan menggunakan media MS + 1 ppm BAP kemudian disubkultur ke media MS + 0,50 ppm BAP dilanjutkan ke media perakaran untuk menjadi planlet sempurna dan akhirnya ke tahap aklimatisasi.


DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, L.W. 1998. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. 304 hlm.
Herlina, L.S. 1997. Pertumbuhan Tunas Melon (Cucumis melo L.) dari Penambahan BAP dalam Medium MS dan Planlet yang Hidup pada Medium Aklimatisasi. Tesis Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. 63 hlm.
Kyte, L. 1990. Plants from Test Tubes. An Introduction to Micropropagation. Timbers Press, Portland, Oregon.
Nengsih, Y. 1997. Respons Eksplan Semangka Tanpa Biji Terhadap Pemberian IAA dan Kinetin pada Perbanyakan secara In Vitro. Tesis, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. 66 hlm.
Rukmana, R. 1994. Budi Daya Melon Hibrida. Kanisius, Yogyakarta. 71 hlm.
Santi, A. dan S. Kusumo. 1996. Komposisi media tumbuh yang cocok untuk perbanyakan in vitro bromelia (Tilandsia puctulata). Jurnal Hortikultura 5(5): 94-98.
Setiadi. 1999. Bertanam Melon. Penebar Swadaya, Jakarta. 71 hlm.
Setiti, E.A.W., S. Puji, dan Soedarti. 1996. Peranan media dan zat tumbuh untuk induksi dan diferensiasi kalus pada budi daya jaringan melon. Jurnal Hortikultura 5(5): 76-79.
Wattimena, G.A.1992. Sitokinin, Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. hlm. 66-67.
Wetter, L.R. and F. Constabel. 1992. Plant Tissue Culture Methods. Praire Regional Laboratory, Saskatoon, Saskatcchewan,Canada. 190 pp